Tahun Baru, Momen Refleksi untuk Langkah Penuh Arti
REKOMENDASISERIUS
Muhammad Nabhan Fajruddin
12/31/20243 min baca


Berakhirnya tahun berarti telah usai cerita yang kita ukir dengan segala dinamika selama genap dua belas bulan. Biasanya momen akhir tahun dirayakan dengan suka cita berlibur bersama keluarga atau kerabat. Bagi para pekerja, akhir tahun menjadi berkah tersendiri untuk mendapatkan bonus akhir tahun yang cukup lumayan. Di berbagai grup WhatsApp merencanakan agenda untuk merayakan momen tahunan ini dengan perayaan-perayaan yang menggembirakan. Gemerlap kembang api dan suara trompet bergema menghiasi malam yang menandakan berakhirnya tahun sekaligus menyambut tahun yang baru.
Padahal masyarakat umum akan menyambut tahun dengan fenomena sosial yang menggelisahkan, karena kebijakan-kebijakan yang ditetapkan. Bagi sebagian mahasiswa di lingkungan penulis momen akhir tahun cukup unik, siangnya mereka berdemo untuk menentang kebijakan, malamnya mereka berpesta bersama merayakan tahun baru. Terlihat aneh, tapi memang sudah menjadi tradisi bahwa tahun harus identik dengan keramaian, pesta, dan kembang api, apa pun fenomena sosial yang sedang dihadapi.
Dalam memaknai tahun baru, sebagian besar manusia larut dalam keramaian dan kegembiraan menyambut tahun baru. Sebagian lainnya memilih untuk merenung dan introspeksi diri atas cerita yang mereka ukir di dua belas bulan yang sudah dilalui. Bagi sebagian orang menganggap bahwa keramaian hanya perjumpaan dengan orang-orang. Sedang menyendiri dalam riuhnya pikir merupakan proses pemaknaan yang penuh nilai dan rencana. Tidak ada pemaknaan dalam setiap keramaian, bahkan keramaian bukan tempat yang ideal bagi nilai dan ilmu pengetahuan. Emosi yang dikeluarkan ketika berada di keramaian dan kegembiraan menyelimuti akal untuk berpikir lebih dalam.
Sehingga alangkah lebih baiknya membatasi gemerlap keramaian untuk sedikit merenung dengan berbagai riuh pikir. Bagi Friedrich Nietzsche keheningan adalah media untuk melahirkan ide-ide besar, thus spoke zarathustra. Bagi Rumi keheningan adalah jalan menuju Tuhan, dalam puisinya Khamosh bash, tanha dast-e Khoda mitavanad barhaye del ra bardarad. Keheningan adalah upaya menginternalisasi firman Tuhan afala takkilun, sekaligus menjadi bagian dari hifdzul akli dalam maqashid syariah. Dalam sudut pandang manajemen, merenung dalam keheningan adalah proses mengevaluasi dan sekaligus momen untuk melakukan perencanaan tindak lanjut atas cerita yang terjadi.
Pergantian tahun selain identik dengan perayaan dan gemerlap kembang api, juga identik dengan resolusi untuk menyambut tahun depan yang lebih baik. Masalahnya sekarang resolusi dianggap narasi yang hanya retorika, karena pasti sulit untuk terwujud. Seolah manusia terkesan pesimis atas apa yang ia rencanakan untuk kebaikan dirinya. Padahal perencanaan dan resolusi adalah sesuatu yang diperlukan dalam sudut pandang Fayol dalam teori fungsi manajemen. Tuhan pun menyerukan kepada hamba-Nya untuk berencana dan beresolusi, wal tandur nafsum ma qoddamat lighod, maka persiapkanlah atas dirimu untuk hari esok. Artinya argumentasi yang lengkap untuk menggambarkan bahwa perumusan resolusi dan perencanaan di momen pergantian tahun sangat penting dilakukan.
Merumuskan resolusi berarti terdapat keinginan dalam diri untuk meningkatkan kualitas untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Jika berencana untuk kualitas diri saja takut, bagaimana untuk mengarungi tahun yang baru. Bisa jadi akan terombang-ambing terbawa arus hawa nafsu dan fenomena sosial yang terjadi. Padahal merumuskan resolusi sama dengan berniat ibadah ritual yang dijalani. Sesungguhnya dinamika proses kehidupan di tahun depan bernilai ibadah jika memiliki niat yang baik untuk perkembangan kualitas diri. Niat menjadi garda terdepan dalam menyusun resolusi, innamal ‘amalu biniyah, sesungguhnya perbuatan harus diiringi dengan niat. Jika semua resolusi terealisasikan maka akan menjadi manusia paling beruntung di dunia menurut Nabi Muhammad SAW, karena manusia yang paling beruntung adalah manusia yang besok lebih baik dari pada hari ini.
Merumuskan resolusi yang positif harus diiringi dengan komitmen untuk menjalani proses demi proses mencapai tujuan. Komitmen untuk mengalahkan ego dan nafsu pribadi menjadi hambatan terbesar untuk melangkah maju. Seperti ajaran Al-Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulumuddin mengenai mujahadatun nafs, melawan diri sendiri, perlu dilakukan sebagai langkah awal untuk memulai proses. Tuhan pun menyerukan bahwa, inna Allāha lā yugayyiru mā biqawmin ḥattā yugayyirū mā bi'anfusihim, Sesungguhnya Tuhan tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Artinya diperlukan memerangi ego dan nafsu diri untuk memulai komitmen mewujudkan resolusi yang positif untuk kehidupan di tahun yang baru.
Gemerlap dan suka cita menyambut tahun baru merupakan tradisi yang perlu dirayakan. Namun, bukan hanya dengan kembang api dan pesta, melainkan juga dengan keheningan dan renungan yang menghasilkan resolusi baik di tahun yang baru. Mencoba menyelami keheningan dan membiarkan riuh pikir berdialektika, memberanikan diri untuk merumuskan resolusi-resolusi positif untuk peningkatan kualitas diri. Satu langkah awal menjadi penentu dari ribuan langkah untuk mengarungi kehidupan yang penuh dinamika. Resolusi yang dirumuskan di tahun baru merupakan upaya proses mengenal diri yang sejati, untuk sembari mengenal Tuhan, man ‘arofa nafsahu faqad arofa rabbahu.