Menuju Industrialisasi Hijau: Jalan Tengah antara Ekonomi dan Ekologi

SANTAIREKOMENDASI

Muhammad Nabhan Fajruddin

6/19/20254 min baca

Sebagai negara kepulauan, Indonesia adalah surga dengan hamparan lautan, pantai, dan pulau yang indah. Tidak hanya keelokan pantai dan pulaunya saja yang menawan, tetapi juga hasil bumi yang melimpah ruah. Mulai dari hasil pertaniannya yang beragam, hasil perikanan yang tiada habis, hamparan pohon hijau yang membentang, hingga hasil tambang yang bernilai tinggi. Peribahasa Jawa menyebutkan bahwa Indonesia adalah gemah ripah loh jinawi, berarti negara yang subur dan makmur. Bahkan dunia internasional mengenal Indonesia sebagai negara pariwisata alam yang Indah. Selain pulau Bali yang menjadi tempat persinggahan para turis, di Indonesia Timur terdapat Raja Ampat yang terhampar gugusan pulau-pulau yang indah. Dengan hamparan kekayaan alam yang asri dan menawan, sangat tepat Indonesia dijuluki sebagai Zamrud Khatulistiwa.

Baru-baru ini media sosial dihebohkan dengan berita bahwa salah satu ikon pariwisata Indonesia, Raja Ampat, menjadi tempat eksploitasi tambang. Beredar foto keelokan Raja Ampat rusak akibat tambang yang merenggut keeksotisan the last paradise. Dilansir dari Tempo.co bahwa penambangan di kepulauan Raja Ampat terjadi sejak 2023, setidaknya ada 16 izin tambang yang berlangsung di sana. Bahkan, terdapat satu perusahaan yang sudah melakukan penambangan sejak 1998. Aktivitas penambangan yang dilegalkan melalui izin resmi, merupakan eksploitasi alam yang terstruktur, di tengah krisis iklim yang melanda dunia. Seharusnya kita bersama-sama lebih aware dengan fenomena krisis iklim yang melanda dunia dengan aktivitas yang mengarah pada konservasi alam. Pada konteks peristiwa di Raja Ampat, merupakan pelanggaran undang-undang karena penambangan dilakukan di pulau kecil yang hanya luasnya 60 Km persegi. Tentu sangat miris melihat ikon pariwisata Indonesia yang sudah mendunia sekarang rusak hanya karena kepentingan segelintir orang saja.

Lebih jauh lagi, persoalan eksploitasi alam demi kemajuan suatu negara adalah polemik yang sudah terjadi sejak lama. Hadirnya industrialisasi khususnya pertambangan pasti mengorbankan alam dan lingkungan. Apalagi hari ini program industrialisasi yang membutuhkan hasil pertambangan gencar disuarakan oleh pemerintahan sekarang. Oleh karenanya, pemerintah mengizinkan kepada ormas keagamaan untuk mengelola tambang, yang bahkan bukan pada bidangnya. Artinya gerakan pertambangan di pemerintahan ini semakin masif tersebar di seluruh Indonesia. Memang benar masifnya tambang membuat negara ini cepat kaya, dengan hadirnya investor dan nilai jual hasil tambang yang tinggi, membuat negara ini mengambil langkah instan ini. Krisis iklim yang sedang melanda dunia menjadi persoalan yang menghambat proses penambangan. Para aktivis lingkungan menyerukan agar izin tambang yang tidak sesuai regulasi harus dicabut. Bahkan para aktivis lingkungan yang pada level tertinggi mengecam keras aktivitas pertambangan sebagai tindakan eksploitasi alam yang dapat memperburuk krisis iklim dunia. Bukan tanpa alasan mereka menyuarakan hal demikian, mereka sangat peduli terhadap alam yang sedang mengalami krisis serta peduli terhadap keberlangsungan hidup anak-cucu beberapa tahun mendatang, agar Indonesia tetap loh jinawi.

Lantas sikap yang harus diambil seperti apa menyikapi polemik antara kemajuan ekonomi berbasis tambang atau menjaga lingkungan untuk kelestarian alam semesta. Sebenarnya persoalan utamanya adalah pada pengambilan kebijakan untuk memajukan perekonomian tetapi juga memerhatikan isu lingkungan. Jika pemerintah sudah ada political will, maka akan terbuka solusi menerapkan ekonomi hijau. Artinya dengan upaya kemajuan ekonomi berbasis energi terbarukan yang ramah lingkungan, ekonomi kerakyatan, dan segala kegiatan ekonomi-industrialisasi yang berbasis pada kelestarian alam, dapat menjadi alternatif. Tentu untuk mengubah dari industrialisasi berbasis energi hasil fosil dengan energi terbarukan butuh transisi yang cukup sulit. Paling tidak, yang terpenting pemangku kebijakan sudah memiliki political will untuk memajukan negara berbasis ekonomi-industrialisasi hijau. Dengan demikian benang ruwet polemik isu lingkungan dan industrialisasi dapat terurai perlahan, tinggal master plan mengenai itu perlu disusun oleh para ahli. Selain itu edukasi serta kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menjaga lingkungan alam di tengah krisis iklim sangat perlu dilakukan.

Dalam kaca mata Islam, hubungan manusia dengan alam harus menghasilkan harmoni yang selaras, bukan mengeksploitasi secara berlebihan. Manusia juga memiliki tanggung jawab moral sebagai khalifatullah fil ardhi, tugas manusia bukan mengeksploitasi alam tanpa batasan, tetapi menjaga harmoni semesta. Wa laa tufsidu fil ardhi ba'da ishlahkiha, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya. Seruan etis dari Tuhan bahwa setelah alam raya diciptakan dalam keteraturan dan keseimbangan, manusia tidak boleh merusaknya baik penebangan hutan, pencemaran lingkungan, atau eksploitasi berlebihan seperti tambang yang mengancam ekosistem alam. Dalam salah satu kaidah ushul fiqih yang berbunyi dar'ul mafasid muqaddam 'ala jalb al-masalih, bahwa mencegah kerusakan lebih didahulukan dari pada meraih kemaslahatan. Menjaga keutuhan alam dan kestabilan ekosistem alam lebih utama dari pada merusak alam yang menghasilkan nilai ekonomi tinggi. Artinya polemik antara kemajuan ekonomi yang mengorbankan alam adalah suatu hal yang keliru, apabila eksploitasi itu besar-besaran tanpa adanya revitalisasi. Solusi paling bijak adalah dengan transformasi ekonomi-industrialisasi berbasis bahan bakar fosil menjadi ekonomi-industrialisasi berbasis hijau atau kelestarian alam.

Pada akhirnya, harmoni untuk menjaga kestabilan alam semesta merupakan tanggung jawab semua manusia sebagai khalifah di muka bumi. Fondasi utama dalam menjaga harmonisasi alam semesta adalah kesadaran yang tertanam. Manusia harus bisa mengendalikan nafsu dasar manusia yang memang selalu mendorong pada kepuasan diri. Kesadaran bahwa bumi bukan hanya untuk generasi kita saja, tetapi juga untuk masa depa generasi berikutnya. Sepertinya kita perlu belajar dari generasi terdahulu, bahwa mereka menanam pohon-pohon diniatkan untuk dapat dipanen oleh anak cucu mereka. Kesadaran tentang keberlanjutan sudah dimiliki oleh generasi terdahulu, semakin ke sini sepertinya manusia mulai rakus dan mengesampingkan tentang keberlanjutan alam semesta. Seakan semua kekayaan di dalam bumi harus dikeruk demi kekayaan satu golongan generasi saja. Padahal yang terpenting adalah kebijaksanaan dalam mengelola harmoni alam. Aktivitas penambangan tidak sepenuhnya dilarang, tetapi perlu dikaji dampak lingkungan dan diperhatikan juga tentang keberlanjutan ekosistem alam. Dengan demikian, hadirnya industrialisasi hijau adalah solusi bijak untuk membawa negara pada kemakmuran dan menjaga harmoni alam semesta yang berkelanjutan.